Announcement

Let me know if you are linking this blog to your page and I will put a link to yours.

Tuesday, January 17, 2012

Pelajaran dari Briptu Norman

Tulisan lama juga di Kompasiana. Tak ada komentar soal nasib Briptu Norman saat ini, karena penulis tak peduli dengan lagu-lagu pop.

----------

Pelajaran dari Briptu Norman

OPINI | 17 April 2011 | 17:48 110 0 Nihil


Komik Sukribo yang diterbitkan Kompas hari ini seperti biasa menyentil para pembesar negeri ini yang hobbynya menebar pesona, bahwa seorang “hansip” kok popularitas lagunya bisa mengalahkan para pembesar negeri ini yang terus menggunakan berbagai kesempatan untuk membagikan CD musik yang dikarang dan dinyanyikan langsung oleh mereka.

Padahal, bukan hanya para pembesar saja yang mempromosikan keindahan suara mereka saja. Para bawahannya pun ikut-ikutan, begitu terhipnotisnya mereka dengan impian kenaikan pangkat, posisi dalan tim sukses, dan harta berlimpah, sampai ada yang menaruh salah satu lagu ciptaan para pembesar sebagai sebuah pertanyaan dalam ujian pegawai negeri dalam kategori “pengetahuan umum.”

Entahlah apa ide tersebut membuatnya menerima pujian atau kenaikan pangkat, karena soal “pengetahuan umum” itu diprotes, dan lebih memalukan lagi, hampir semua kandidat dan masyarakat luas tak tahu judul lagu tersebut.

Sementara itu, seorang briptu penjaga pos secara spontan, tanpa menggunakan acara mewah dan megah, bernyanyi sebuah lagu India untuk menghibur rekannya. Tanpa diketahuinya, rekaman tindakan spontan itu disebarkan melalui YouTube. Dalam kurang dari satu hari, kelihatannya seluruh Indonesia langsung mengenal siapa Briptu Norman dan begitu besarnya antusiasme masyarakat sampai para petinggi Polri pun melakukan balik kanan dan mundur dari reaksi otomatis mereka yang hendak menghukum sang briptu - walau penulis curiga, hukuman itu hendak dilakukan bukan karena Briptu Norman melanggar tata tertib, tapi karena popularitasnya dengan telak mengalahkan jutaan CD yang sudah disebarkan oleh para petinggi masyarakat tersebut.

Penulis bukanlah Simon Cowel dari American Idol atau ahli kritik musik. Penulis sendiri tak menyukai lagu-lagu India dan mungkin satu-satunya orang Indonesia yang tak pernah melihat langsung nyanyian Briptu Norman di YouTube itu dan kalau tak terpaksa melihat di televisi pun, sampai sekarang rasanya tidak akan pernah mendengar nyanyian Briptu Norman. Jadi penulis tak akan mencoba melakukan kritik lagu.

Tapi penulis mencoba menganalisa sebuah fenomena yang menarik: mengapa seorang Briptu rendahan mampu mengguncang dunia musik Indonesia, sedangkan ribuan petinggi dengan bintang, pangkat, dan gelar yang bertebaran dari doktor, doktor honoris clausa sampai yang beli gelar doktor pun tak mampu memikat imajinasi publik, padahal mereka dengan antusias bernyanyi dan menyebarkan CD-CD mereka dalam acara-acara seminar, saresehan, pesta peluncuran buku, sampai pesta permakaman.

Ada dua jawaban. Jawaban pertama adalah spontanitas.

Masyarakat banyak bisa mengerti sebuah tindakan spontanitas seorang anggota masyarakat kelas bawah dari hati, tanpa ada embel-embel lainnya. Masyarakat bisa mengindetifikasikan diri mereka kepada tindakan seorang yang benar-benar mencoba menghibur teman-temannya, bukan karena untuk mengejar pangkat dan menyombongkan keahliannya, namun sebagai aksi solidaritas dalam situasi yang sulit.

Ia melakukan sesuatu yang dilakukan setiap hari oleh setiap orang di posisi manapun. Secara kebetulan, tindakannya direkam dan di-upload ke sebuah media yang egaliter, sebuah media yang siapapun bisa berkontribusi dan menonton hasil upload orang-orang lain.

Mungkin sebetulnya kualitas suara Briptu Norman kalah oleh para pembesar yang menghabiskan waktu berjam-jam mengarang lagu, melatih diri di tempat-tempat karaoke atau sampai sengaja mendatangkan guru-guru les privat.

Namun, mereka bernyanyi di dunianya sendiri, yang membayangkan bahwa rakyat menginginkan mereka berkantor di gedung super mewah dan super mahal yang dipenuhi kolam renang, spa, tempat-tempat pijat, kantor-kantor super deluxe tempat mereka menonton film-film porno, dan ada toko-toko yang kalau anda tanya harga barang yang dijualnya, berarti anda tidak akan mampu membelinya.

Mereka bernyanyi di acara-acara yang membutuhkan biaya wah untuk masuk, dengan koreografer yang super hebat, ahlinya datang langsung dari Amerika nun jauh sana, dengan band yang sangat pro dan mahal, dan dihadiri oleh tamu-tamu yang jumlah total biaya pakaian dan perhiasannya mampu memberi makan seluruh Indonesia selama seminggu.

Sedangkan, rakyat melihat Briptu Norman bernyanyi di sebuah pos jaga yang sederhana didampingi temannya saja, tanpa embel-embel apapun, tanpa adanya pameran kemewahan dan kekuasaan.

Itulah jawaban yang kedua dan yang terpenting. Briptu Norman melakukan sesuatu yang semua orang mengerti: ia mengekspresikan perasaan secara spontan di dunia milik rakyat. Para pejabat itu tidak.

No comments:

Post a Comment