Tulisan lama tentang Gus Dur ini memang menarik kalau dibaca ulang. Walaupun alasan-alasannya ada benarnya, tapi tulisan ini tak mengena alasan paling intinya, yakni Gus Dur terlalu mengancam kedudukan elit politik pada waktu itu dengan gaya pemerintahannya yang cenderung main tubruk. Akibat jatuhnya Gus Durlah maka sampai sekarang, presiden-presiden Indonesia terkesan agak... melempem, tak berani bertindak terlalu keras, karena takut dikudeta oleh parlemen melalui pemakzulan.
-------------
Mengkaji kejatuhan Gus Dur
July 29, 2001
Lingkaran keberuntungan sangatlah mengerikan. Di suatu saat, seseorang berada di puncak kebahagiaan, namun dalam sekejab ia bisa berada di tempat yang paling bawah.
Hal ini bisa menggambarkan situasi Gus Dur sekarang ini. Gus Dur diangkat menjadi presiden tahun 1999 dengan penuh harapan. Semua golongan mendukungnya, termasuk sebagian besar anggota MPR. Semua pihak memiliki pengharapan tinggi kepada pemerintahan yang baru. Dalam bulan-bulan pertama, Gus Dur tampak bisa melakukan apa saja. Wiranto saja yang dianggap "untouchable" dapat didepak. Sangatlah ironis, bahwa Gus Dur bisa dijatuhkan oleh anggota-anggota MPR dalam waktu kurang dari dua tahun. Kini merupakan saat untuk meretropeksi penyebab kejatuhan Gus Dur dan berharap agar pelajaran ini tak hilang oleh pemerintahan Megawati.
Mengapa Gus Dur jatuh?
Satu diantara beberapa alasan-alasan yang saya anggap sangat penting adalah kesulitan untuk mengira langkah-langkah Gus Dur yang berikut. Sampai sekarang pun terlihat bahwa sangatlah sulit untuk meramal langkah berikut Gus Dur. Untuk menggusur Wiranto yang merupakan satu personality, langkah Gus Dur yang 'unpredictable' sangat tepat. Namun, menghadapi lawan politik yang lebih dari satu pihak, siasat Gus Dur sama sekali tak bisa. Lawan-lawan politik Gus Dur belajar dari kejatuhan Wiranto dan secara 'cognitive' belajar untuk tak menerima perkataan bahkan janji Gus Dur secara bulat-bulat (walau tak terlihat secara langsung). Intinya: Gus Dur yang sulit diprediksi menjadi Gus Dur yang sulit dipercaya dan tak memiliki kredibilitas (karena ucapannya yang berubah-ubah). Akhirnya, Gus Dur sulit untuk membentuk koalisi yang kuat.
Alasan kedua yang berasal dari alasan pertama tadi adalah tak adanya koalisi pendukung Gus Dur. Sama seperti Megawati setelah menang pemilu, Gus Dur tak membentuk koalisi yang stabil dan kuat. PKB mendapat suara hanya sekitar 10% dari pemilu, sehingga tak memiliki 'mandat' yang kuat. Kabinetnya tak memiliki kesatuan. Lebih parah lagi, Gus Dur memecat/ditinggalkan menteri-menterinya yang dianggap competent seperti Laksamana Sukardi dan Kwik Kian Gie (langkah ini sangat tak didukung pasar dan menyebabkan harga dollar naik). Dalam memecat Laksamana pun, Gus Dur sekaligus menggusur orang-orang Golkar dari dalam kabinet. Hasilnya, Gus Dur dengan sukses membuat PDI-P dan Golkar menjadi musuhnya yang sulit sekali diajak bekerja sama dan juga instabilitas ekonomi. Lawan-lawan politiknya dalam DPR menggunakan keadaan ini untuk bergabung untuk mendongkel Gus Dur.
Alasan ketiga adalah politik massa Gus Dur. Walaupun Gus Dur akhirnya tak mengerahkan massa (banser) ke Jakarta, namun ancaman-ancamannya cukup membuat tokoh-tokoh politik dan ekonomi kuatir. Yang pertama kuatir bahwa kedudukan mereka didepak, sementara yang kedua menguatirkan instabilitas ekonomi yang berdampak lebih buruk lagi. Di tengah-tengahnya, militer Indonesia terjepit. Saya yakin militer pasti merasa terancam melihat bermunculannya pasukan Banser, karena secara psikologis pasti masih tersisa dampak paranoia kepada "angkatan kelima" seperti di tahun 1960-an. Gus Dur yang sering kali secara implicit mengancam untuk mengirim Banser akhirnya menyebabkan ketiga kelompok itu menjadi lebih merasa terancam. Akhirnya, tak ada lagi dari mereka yang mendukung Gus Dur, terutama militer yang dukungannya sebetulnya sangatlah crucial. Lebih parah lagi bagi Gus Dur, semangat banser sendiri tak konstan. Pertama kali mungkin mereka bergairah mendukung Gus Dur, namun waktu mereka sering sekali "dipanggil," otomatis terjadi kejenuhan secara psikologis dan akhirnya di bulan Juli, tak ada yang menjawab panggilan Gus Dur. Ditambah lagi, militer di bulan Juli akhirnya sudah "siap" untuk melawan Banser (karena setiap kali mendengar berita kemunculannya).
Alasan keempat adalah tak adanya hasil yang jelas dari pekerjaan Gus Dur. Gus Dur tak menyadari bahwa sebagai 'public relations,' tak ada berita baik artinya berita buruk. Semua surat kabar telah memasang kegiatan-kegiatan Gus Dur seperti melancong' ke luar negeri dan ucapan-ucapan kontroversialnya, namun hampir tak ada berita tentang kesuksesan kerja Gus Dur. Tommy buron. Bom-bom meledak di berbagai tempat. Kerusuhan SARA di berbagai daerah. KKN belum bisa diberantas. Lebih parah lagi, Gus Dur dililit oleh skandal-skandal yang memalukan walau tak terbukti seperti Buloggate dan Bruneigate. Karena rakyat melihat tak ada hasil kerja Gus Dur yang positif, tak ada yang berusaha untuk membelanya.
Alasan kelima yang akhirnya menyebabkan jatuhnya Gus Dur adalah ancaman dekrit. Siasat dekrit sudah sering digunakan dalam sejarah. Hitler, Napoleon III, dan Boris Yeltsin memakai dekrit untuk membubarkan parlemen dan mempertahankan kekuasaan mereka. Namun, kesuksesan mereka karena ketiganya didukung militer dan rakyat sendiri melihat bahwa ketiganya memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan. Gus Dur gagal karena kombinasi dari kelima alasan di atas.
Kelima alasan di atas sangat perlu diingat oleh Megawati, sebagai pemimpin berikut. Megawati memiliki dukungan PDI-P yang merupakan faksi terbesar dalam DPR. Namun PDI-P dan PPP tak memiliki 50% suara yang bisa memberikan kestabilan politik. Seperti Gus Dur juga, Megawati memerintah Indonesia yang dalam kondisi sangat parah dimana pemerintah tak lagi memiliki kewibawaan. Rabu ini Megawati sudah akan mengumumkan kabinet yang terbentuk, dan Megawati hanya memiliki waktu 100 hari untuk memperlihatkan cara kerja yang baik, sebelum masa bulan madu politik dan ekonomi berakhir. Seratus hari pertama ini akan sangat menentukan untuk kestabilan pemerintahan Megawati seterusnya. Jika dalam seratus hari pertama ini Megawati tak bisa berhasil, maka Indonesia bisa mengalami kekacauan yang lebih parah lagi.
No comments:
Post a Comment