Announcement

Let me know if you are linking this blog to your page and I will put a link to yours.

Friday, August 5, 2011

Analisa: denial kepada 9/11

Artikel ini ditulis seminggu setelah peristiwa 9/11 menanggapi perdebatan di milis, tentang kenapa banyak sekali orang yang tidak semudah itu mempercayai serangan 9/11 didalangi oleh Al Qaeda.

YS


-----
Date: Wed, 19 Sep 2001 01:45:05 -0400
Subject: Analisa: denial

Dear all:

Seperti yang kita ketahui, minggu lalu di New York dan Washington, teroris membajak empat kapal dan berhasil menabrakkan tiga diantaranya ke World Trade Center dan Pentagon. Pemerintah Amerika kemudian meng-identifikasi terorisnya sebagai beragama Islam dan pengikut Osama bin Laden. Seperti yang kita saksikan, terjadi reaksi besar-besaran di Indonesia, di mana beberapa politikus mengancam Amerika untuk tak sembarangan menuduh kaum Muslim, menteror Muslim, dsb. Namun setelah Amerika memberikan bukti lebih lanjut, yang terjadi adalah politikus dan pemikir Islam seperti Hamzah Haz dan Emha justru menuduh bahwa tindakan US-lah yang menyebabkan terjadinya kasus itu dan Amerika perlu melindungi kaum minoritasnya yang beragama Islam diserang orang-orang yang ingin membalas dendam.

Tindakan-tindakan itu mungkin dianggap menggelikan oleh banyak rekan-rekan yang terutama beragama Kristen. Namun, tindakan politikus dan pemikir Islam sebetulnya wajar, karena itu adalah apa yang dinamakan 'self-defense mechanism,' yakni pemikiran untuk melindungi image dari diri sendiri tentang dunia.

Manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk mengerti dunia secara total, karena itu ia membentuk semacam image atau snapshot atau gambaran tentang dunia, apa sebenarnya dunia itu. Gambaran itu dibentuk berdasarkan apa yang ia percayai dan menjadi bagian dari identitasnya. Contohnya, orang yang percaya tahayul akan percaya kalau di gunung ini ada roh anu, dan bumi ini dibentuk oleh Brata apa. Tapi yang umum terjadi adalah orang-orang percaya bahwa dunia itu adil dan orang baik itu akan mengalami sesuatu yang baik dan melakukan sesuatu yang baik.

Dunia yang adil dan baik merupakan salah satu kepercayaan yang paling umum. Misalnya kamu teman baik sama "X", dan kamu percaya bahwa membantu orang merupakan perbuatan yang baik, karena itu kamu percaya kalau "X" senang membantu orang, karena kamu memang percaya "X" memang orang baik. Tapi begitu ada yang berkata "X" ternyata melakukan penggelapan, kamu tak akan percaya semudah itu, karena konsep dunia yang adil itu. Penggelapan adalah tindakan buruk, dan karena kamu percaya "X" baik, kamu tak akan percaya bahwa ia melakukan penggelapan. Self-defense mechanism kamu langsung bekerja sehingga kamu pertama-tama bisa berkata, "'X' tak akan melakukan hal berengsek itu."

Tapi begitu ternyata terbukti "X" melakukan penggelapan, maka dapat terjadi dua hal. Jika hubungan kamu dengan "X" tak terlalu dekat, maka kamu akan mengubah pandangan kamu tentang "X", yakni ternyata "X" itu memang berengsek. Tapi jika hubungan "X" dengan kamu dekat, yang terjadi adalah kamu membela "X" dan menyalahkan korban. Misalnya kamu bisa menyatakan bahwa memang perusahaan tempat "X" itu berengsek, bosnya tukang tipu, pemuja setan, pembukuan berengek, dsb. Hal ini karena kamu ingin melestarikan pandangan kamu tentang dunia yang adil.

Tapi sebaliknya, kamu akan mudah sekali menerima ide bahwa "X" melakukan penggelapan jika kamu memang memiliki pandangan negatif tentang "X", dan sulit sekali mengubah pandangan kamu bahwa "X" jahat kalau kamu mendapat berita bahwa "X" ternyata gemar membantu orang lain. Jika kamu berpikir "X" jahat dan ternyata orang-orang berkata bahwa dia gemar membantu, yang terjadi adalah kamu berpendapat "X" melakukannya untuk cari muka, ada udang dibalik batu, dsb.

Hal yang sama juga terjadi dengan pembantaian bernuansa etnis atau agama. Pembunuh atau orang yang memerintah orang-orang untuk melakukan pembantaian mengalami dilema yang telah saya sebutkan di atas. Supaya mereka bisa tidur dengan nyenyak di malam hari, mereka membuat ideologi yang bisa membenarkan tindakan mereka. Contohnya, para perencana 9/11 percaya bahwa yang diserang adalah orang-orang kafir atau penyerang Islam. Karena Islam lebih dulu diserang, mereka bisa menyatakan bahwa mereka membantai untuk menuntut balas, dan ini dibenarkan Tuhan.

Jadi Tuhan yang menjadi alat untuk membenarkan diri.... Mereka bisa juga menyatakan bahwa korban mereka bukanlah manusia, karena berbeda agama atau kepercayaan, jadi menyalahkan korbannya. Karena itu, tak ada bedanya korban manusia dengan hewan dan lagipula pembunuhan itu sudah diperbolehkan Tuhan. Itu yang menyebabkan mereka bisa tidur nyenyak di malam hari. Tak heran kalau kelompok-kelompok radikal selalu menekankan penyerbuan kepada tempat ibadah, karena tujuannya memang untuk memposisikan diri sebagai korban yang berhak menuntut balas.

Hal yang sama terjadi dengan para politikus dan pemikir Islam di Indonesia. DI satu pihak, mereka tak bisa menerima bahwa orang Islam melakukan tindakan keji yang memperburuk nama mereka di dunia internasional. Di pihak lain, mereka memiliki pandangan buruk tentang Amerika dan senang sekali mendengar Amerika menerima bencana. Karena itu, begitu WTC dibom, terlihat banyak orang-orang Islam bersuka cita, karena mereka merasa Allah itu adil dengan membiarkan WTC dibom. Namun, begitu Amerika menuduh Islam, self-defense mechanism bergerak; Arafat berkata bahwa gambar orang Palestina yang berpesta itu salah, CNN dituduh bohong, dsb. Hal ini bukan karena mereka buta atau terlalu naif, tapi karena pandangan mereka tentang dunia memang seperti itu. Karena itu tak heran Hamzah Haz menyatakan bahwa US perlu melindungi minoritas sementara di Indonesia menutup mata kepada kerusuhan bernuansa etnis dan agama.

YS

No comments:

Post a Comment