Tulisan ini dibuat khusus untuk sebuah mailing list Kristen, karena itu memang lebih terarah untuk menyadarkan orang-orang Kristen agar lebih mau berpolitik.
---
Berpolitik 'Different but the Same'
26 January 2001
Pagi ini saya membaca surat kabar New York Times dimana salah satu artikelnya berjudul: "Wariness and Optimism Vie as Gays View New President." Di sini diceritakan bagaimana pandangan kaum homosexual dari both republicans and democrats memandang Presiden Bush, yang republican lebih optimis dan yang democrats lebih pesimis. Tapi bukan ini yang ingin saya diskusikan di e-mail ini, walaupun topik yang ingin saya diskusikan sedikit banyak berkaitan dengan kaum homosex. Yang saya ingin diskusikan adalah politiknya.
Satu hal yang paling menarik dari gerakan kaum homosexual di Amerika adalah bagaimana mereka bisa memutarbalikkan fakta atau kalau bahasa post-modernism-nya adalah 'reinterpret' the fact untuk their own benefit. Apakah bedanya kaum homosex dan normal kalau kita bertemu mereka di jalan? Hampir tak ada. Sangat jauh lebih mudah membedakan orang Jawa dari orang Sunda, atau orang Madura dan Maluku, dsb. Namun, dengan proses gradual yang lambat tapi pasti, orang-orang ini bisa menanamkan 'value' di publik bahwa orang-orang homosex adalah 'different' dan 'minoritas' secara politik, dan 'sama' secara real.
Apa maksud 'different but the same'?
Different in this case adalah orang-orang ini membentuk satu koalisi/kelompok yang kuat sebagai satu 'voting block' yang perlu diperhatikan oleh kaum politikus. Apa yang membuat mereka berbeda? Hanya sexual orientationnya.
Tapi itu cukup buat mereka karena mereka bisa membuat sesuatu yang 'identify' themselves. Di sisi lain however, mereka melakukan Public Relation war bahwa mereka itu sama, sederajat, dsb dengan orang-orang lain. Caranya juga hebat: menempatkan mindset bahwa grup ini selalu dikejar-kejar, disiksa, dsb; sehingga orang-orang harus lebih toleran.
Faktanya dalam sejarah, jumlah kasus anti-semitism JAUH LEBIH BANYAK (mungkin bisa sampai jutaan kali lebih banyak) daripada kasus anti-homosexual.
Selama 2000 tahun sejarah dari jaman Yesus, kelompok ini justru tak tersentuh. Satu-satunya kasus anti-homosexual yang 'besar' adalah jaman Hitler dimana orang-orang itu dilempar ke kamp konsentrasi. Tapi historically, orang-orang sudah cukup toleran dengan grup ini; especially mengingat banyak penguasa-penguasa jaman dulu adalah bisexual. Namun, dengan membentuk value 'we different but the same' di pikiran massa, maka grup ini bisa meraih goal politik.
Bagaimana dengan orang-orang Kristen di US?
Kehebatan media liberal yang mendukung homosex itu adalah orang-orang Kristen menjadi kambing hitam dan mendapat cap (dan sayangnya terkadang benar) adalah orang-orang Kristen itu berbeda dan memang maunya berbeda dan intoleran yang disebabkan karena 'constant preaching', dsb.Bandingkan artikel-artikel di koran-koran liberal tentang homosexual dan Kristen. The former tiap kali isinya 'acceptance' dsb; sedangkan the latter isinya pasti 'condemn.' (e.g. "neighbors were wary as Christians moved in" (NYT)). Cukup membaca San Francisco Chronicle atau Salon.com untuk menaikkan 'tensi darah anda.' (Mengutip salah satu pengomentar).
Ini adalah permainan media yang menyedihkan sekaligus menyudutkan, tapi di pihak lain juga membuat kita harus berpikir tentang strategi kita berpolitik sebagai orang Kristen di Indonesia. Seorang penulis jaman lampau menyarankan agar kita mempelajari strategi musuh dan berusaha menerapkannya terutama yang positif. Saya rasa strategi kelompok ini bisa juga kita gunakan.
Namun ada beberapa hal yang perlu kita bina sebelum bisa melakukan strategi ini.
Satu: persatuan di kalangan orang Kristen. Dalam kelompok Kristen bisa saja ada yang Baptist, Reformed, dsb; namun semua harus bersatu sebagai satu voting bloc yang kuat.
Dua: Aktif politik: Orang-orang Kristen harus lebih berpengaruh mendekati wakil-wakil rakyat atau penguasa. Ingat: mereka yang membuat hukum-hukum yang bisa mempermudah atau mempersulit kita.
Tiga: Media: Orang-orang Kristen tak boleh hanya berpusat di media-media Kristen, tapi juga harus outreach ke media-media yang relatively anti Kristen. Kita harus menyumbangkan tulisan-tulisan yang netral, bermutu, dan tak menyudutkan.
Empat: Outreach ke masyarakat. Seperti kaum homosex di atas, kita harus berusaha mengubah pola pikir rakyat. Salah satunya dengan dapur umum, sumbangan, dsb dan make sure orang-orang tahu siapa yang menyumbang dan sumbangan ini masuk ke orang-orang yang memang membutuhkannya.
Lima: Outreach ke diri kita sendiri: sebelum mengeritik orang lain, kita harus sadar kekurangan/kelebihan kita.
Enam: Sadar lingkungan: kita harus mengerti bahwa banyak orang turned-off dari orang Kristen karena kita terlalu banyak menggurui. Pola ini perlu kita ubah. Actions speak louder than words.
Tulisan ini saya tutup dengan tulisan dari Voltaire:'what you said are really good, but let's tend our garden.'
No comments:
Post a Comment