Artikel ini ditulis menjelang jatuhnya Gus Dur. Menarik, amalisa tentang PDI-P ini bisa diterapkan pada Partai Demokrat saat ini, dan ini juga salah satu "ramalan" saya yang banyak terbukti dengan kalahnya PDI-P di tahun 2004, walau naiknya SBY sama sekali tak diperhitungkan.
YS
---------
Perpecahan dalam PDI-P
Date: Thu Apr 20 2000 - 12:54:22 CDT
Beberapa minggu belakangan ini, Indonesia dibanjiri berita tentang kemungkinan diturunkannya Gus Dur sebagai Presiden Indonesia. Artikel hari Minggu tanggal 16 April dari detik.com mengimplisitkan bahwa Amien Rais sendiri kelihatannya 'bernapsu' untuk mengganyang Gus Dur di sidang umum MPR pada pertengahan tahun ini.
Dari kancah keributan politik di Indonesia, ada satu pihak yang anehnya absen: yakni PDI-P. PDI-P harusnya sangat waspada dengan pertentangan politik akhir-akhir ini karena ini menyangkut posisi dia sendiri sebagai partai dan juga posisi Megawati sebagai wakil presiden.
Walau ini bukan kali pertama rumor tentang akan diturunkannya Gus Dur beredar, namun perkembangan situasi akhir-akhir ini merupakan tanda-tanda yang cukup serius. Lebih menarik lagi melihat perkembangan situasi di mana ada kemungkinan Megawati sendiri bisa keluar dari keributan ini dengan posisi yang lebih kuat. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Kita harus melihat dari faktor-faktor internal partai PDI-P dan kemudian menganalisa faktor-faktor external yang sangat berpengaruh.
------
PDI-P yang 'memenangkan' pemilu terakhir dengan pendapatan 34% mengalami pukulan-pukulan telak belakangan ini. Calon-calon walikota yang didukung partai ini kalah di banyak pemilihan umum.
Ironisnya, penyebab kekalahan-kekalahan ini adalah caleg-caleg PDI-P sendiri yang diwarnai KKN, sebuah cacat yang menimpa partai yang seharusnya 'bersih' dan anti Orde Baru. Akhir-akhir ini juga sudah cukup banyak rumor yang beredar yang meramalkan bahwa Kwik Kian Gie dan Laksamana Sukardi akan ditendang dan Megawati sendiri bisa kehilangan posisi sebagai wakil presiden.
Jatuhnya bintang PDI-P selama beberapa bulan terakhir ini sebetulnya tak terlalu mengejutkan. Walau PDI-P keluar dari pemilu dengan kursi terbanyak, tapi infrastruktur partainya justru tak mendukung.
Selama jaman Orde Baru, PDI sudah dilanda keributan, perpecahan, dan efek sebagai partai terkecil sehingga tak memiliki infrastruktur memadai sebagai partai. Otomatis begitu PDI-P mendapat suara terbanyak, partai ini kelabakan mencari anggota yang bermutu untuk mengisi kursinya di DPR ataupun DPRD. Tak heran kalau banyak yang berkomentar bahwa PDI-P itu partai yang jago gelut tapi kalau sudah menang tak tahu apa yang harus ia lakukan. Untuk itu, prioritas terbesar bagi PDI-P adalah untuk mempertinggi profesionalitas partainya dan berusaha memanfaatkan posisi in powernya sekarang untuk lebih membina infrastruktur partainya.
Di lain pihak, PDI-P sendiri dirumorkan mengalami perpecahan. Harian SIAR (http://apchr.murdoch.edu.au/minihub/xp) menuliskan bahwa di dalam kubu PDI-P terjadi pertentangan antara kaum moderat di bawah Kwik Kian Gie dan Laksamana melawan kubu konservatif dibawah Taufik Keimas. Kubu moderat PDI-P memang selama beberapa bulan mendatang mengalami banyak pukulan akibat rumor-rumor tentang kemungkinan akan dipecatnya Kwik dan Laksamana karena dianggap tak becus menjalankan tugas sebagai menteri. Selain itu juga, ketidakmampuan PDI-P untuk membuat pemilu dalam partainya sendiri lebih demokratis justru merupakan tanda mulai kuatnya konservatisme dalam PDI-P sendiri.
Namun apakah Gus Dur akan 'membantu' kaum konservatif dalam PDI-P dengan memecat Kwik Kian Gie dan Laksamana Sukardi? Saya rasa Gus Dur tak akan memecat Kwik dan Laksamana. Ada kemungkinan kabinet akan direshuffle, tapi saya ragu kalau kedua orang tersebut akan benar-benar diturunkan dari kabinet.
Beberapa faktor yang saya anggap membuat Gus Dur berpikir dua kali sebelum memecat Kwik dan Laksamana:
1. Kwik Kian Gie adalah etnis Chinese. Etnis Chinese sampai sekarang masih merasa trauma atas kejadian Mei. Dipecatnya Kwik akan membuat panik banyak pengusaha, dan mereka akan memindahkan kembali aset mereka ke luar negeri.
2. Dengan memecat kedua orang itu, Gus Dur akan memperkuat kubu konservatif dalam partai PDI-P yang akhirnya akan membuat partai PDI-P lebih bergerak ke arah so-called 'Poros Tengah' dan ke arah partai-partai Islam seperti Partai Bulan Bintang atau PPP dan bahkan ada kemungkinan aliansi penuh dengan PAN.
Jikalau kubu moderat PDI-P jatuh, anggota Poros Tengah akan bertambah kuat, dan kemungkinan besar terjadi aliansi antara PAN dan PDI-P yang bisa menggolkan Amien Rais sebagai presiden berikut. Untuk Megawati sendiri, aliansi Taufik Keimas (suami Megawati, kubu konservatif) dengan Amien Rais akan berdampak positif sehingga Megawati bisa tetap mempertahankan posisinya atau bahkan dia bisa menjadi presiden.
Dengan bergabungnya PDI-P dan PAN serta partai-partai lain, Amien Rais akan memiliki cukup kekuatan untuk mengubah Sidang Umum MPR pertengahan tahun ini menjadi Sidang Istimewa dan berarti kejatuhan kepresidenan Gus Dur. Saya rasa faktor-faktor ini tak akan luput dari pengamatan Gus Dur.
Namun apakah semudah itu menjatuhkan Gus Dur? Gus Dur adalah faktor yang paling sulit dianalisa mengingat faktor-faktor kejutannya yang cukup memukau. Contohnya saja, banyak analisa meramalkan bahwa Wiranto tak mungkin dipecat,ternyata Gus Dur berhasil out-manuever sang Jendral. Namun persatuan Poros Tengah sekarang ini cukup membahayakan posisi Gus Dur. Jika PDI-P masuk pentas, kemungkinan besar yang terjadi adalah kejatuhan kepresidenan Gus Dur.
Pertanyaannya: siapakah yang paling akan beruntung dari keributan politik ini? Saya bertaruh pihak yang paling diuntungkan dengan perkembangan situasi ini adalah Megawati yang selalu diam. Dengan tidak mengambil posisi kepada pihak manapun, Megawati akan beruntung dengan jatuhnya Gus Dur. Namun tetap ada kemungkinan bahwa Gus Dur kembali memainkan kartunya dan membalikkan meja, seperti yang telah dilakukannya kepada Wiranto. Jikalau hal ini yang terjadi, Megawati kembali beruntung. Posisinya sebagai Wakil Presiden lebih kurang tak akan terganggu gugat. Keuntungan terbesar baginya adalah hilangnya faktor Amien Rais sebagai pengganggu.
Namun ada faktor tambahan yang harus membuat partai PDI-P lebih berhati-hati. Dengan ditendangnya kaum moderat dari PDI-P dan berkuasanya 'kediktatoran Mega' dalam partai PDI-P, apakah di Pemilu mendatang PDI-P bisa mempertahankan perolehan suaranya yang berkisar 34%? Hal ini sulit untuk ditebak mengingat jarak antara tulisan ini dengan pemilu mendatang dan juga mengingat nama Sukarno yang masih berkharismatik apalagi untuk masyarakat Jawa. Namun kembali ke dilema terbesar: seberapa kuatkah nama Sukarno bisa mempertahankan posisi Megawati? Jika kaum moderat tertendang dari partai dan PDI-P tak bisa bersikap lebih profesional, saya agak skeptik kalau nama 'Sukarno' masih bisa dimanfaatkan untuk memperoleh suara 34%. Ditambah lagi, rakyat Indonesia sudah mulai muak atas permainan power politics. Untuk itu Megawati dan PDI-P pada umumnya perlu memikirkan kembali visi dan tujuan partai dan berusaha mengambil keputusan terbaik dalam keributan politik belakangan ini.
Penutup
Seperti layaknya semua tulisan, saya tak ragu kalau tulisan ini juga memiliki banyak kelemahan. Karena itu sumbang saran dan kritik akan saya terima dengan senang hati. Selain itu, saya juga ingin menghimbau para pembaca jika berminat, untuk menganalisa partai-partai lain di Indonesia. Hal ini sangat diperlukan untuk membentuk kesadaran berpolitik di Indonesia.
Salam,
YS
No comments:
Post a Comment