Gaya bahasa tulisan ini kurang bagus dan analisanya pun lemah. Tapi menarik, melihat evolusi karir Wiranto, dari "di atas angin" di tahun 1998 menjadi tak lagi relevan sekarang ini. Sebetulnya yang kurang di sini adalah argumen bahwa pada bulan November 1998, tentara sudah lagi menemukan "fungsi" mereka sebagai penjaga dari kestabilan negara. Karena itu mereka pun lebih berani dalam menghadapi gerakan mahasiswa.
---------
Date: Sun, 15 Nov 1998
Subject: [forum] [Analisa] Wiranto diatas angin
Disclaimer:
Ini bukan tulisan yang mendukung tertumpahnya darah mahasiswa. Saya sendiri tidak menyetujui bahwa tentara dengan brutal menembaki mahasiswa yang berdemonstrasi dengan damai. Tulisan ini adalah analisa saya atas balance of power di Indonesia akibat peristiwa minggu lalu.
--------
" Wiranto diatas angin"
Sebuah judul yang memang sangat kontroversial, apalagi kalau kita melihat bahwa kita masih ada di tengah badai yang dimulai sejak sidang istimewa dimulai. Namun, dari yang dapat saya amati, saya dapat menilai untuk posisi sementara ini, militer ada di atas angin, apalagi kalau dibandingkan dengan situasi Mei lalu. Saya bahkan berani menyamakan posisi militer kita sekarang dengan posisi PLA-China waktu peristiwa Tiananmen 1989 yang lalu: yakni darah tertumpah dan mahasiswa dibubarkan dengan paksa, tapi situasi politik tetap menguntungkan pemerintah.
Kenapa saya berani mengambil kesimpulan kontroversial seperti diatas? Salah satu faktor adalah tak terjadinya kerusuhan separah Mei. Waktu itu militer itu 'impoten,' tak ada keputusan, dan tak ada yang memerintah. Tentara tak berani menembak, kerusuhan dan perampokan merajalela. Sekarang, kita lihat, militer berani menembak mahasiswa, jauh lebih terkoordinir, dan secara fakta kita lihat bahwa mahasiswa sendiri dikejar sampai masuk kampus. Militer juga lebih berani mengamankan situasi karena mereka mendapat perintah langsung. Tak ada lagi keragu-raguan, kebimbangan, kebingungan siapa yang berkuasa seperti waktu Mei. Tak ada lagi 'loose cannon' seperti Prabowo. Malahan penjarahan ini ditekan habis walau sayangnya masih ada yang tetap terjadi. Namun secara keseluruhan situasi tidak separah Mei. (Di lain pihak, ini juga seakan-akan memberi legitimacy bahwa kerusuhan Mei lalu merupakan rekayasa dari beberapa pihak yang mendapat keuntungan dengan terjadinya kerusuhan itu).
Singkatnya, kejadian minggu lalu memperlihatkan bahwa militer sudah jauh lebih solid, dan juga trauma Mei rupanya masih berbekas di semua tokoh peristiwa ini sehingga semua pihak lebih menahan diri dan lebih berusaha mengamankan suasana.
Di sisi lain, peran mahasiswa mencegah kerusuhan besar seperti Mei tak bisa diremehkan. Saya yakin juga bahwa kalau mahasiswa tak berusaha menertibkan keadaan, yakni mencegah perampokan, bahwa keadaan pasti bertambah panas dan kerusuhan Mei bisa terulang kembali. DI pihak lain, peristiwa November ini juga memberikan 'pemenang' baru, yakni pihak TNI-AL, terutama korps marinirnya yang berwibawa sebagai penengah dan sebagai pihak yang berjasa mengamankan keadaan. Saya tidak ragu bahwa mahasiswa dan marinir sangat berjasa mencegah terulangnya tragedi Mei, dan juga peran masyarakat yang kuatir akan terulangnya Mei sangatlah penting. Namun, dari keseluruhan, saya lihat bahwa pemenang terbesar adalah Wiranto.
Kenapa saya bilang Wiranto diatas angin? Dia berhasil menyatukan TNI-AD yang terpecah waktu Mei dan membuat militer berani bertindak tegas (yang sayangnya under expense kaum mahasiswa). Mukanya memang tercoreng akibat mengalirnya darah mahasiswa, tapi di pihak lain juga, ini membuktikan bahwa TNI-AD jauh lebih solid di bawah kepemimpinan dia. In fact, ada kemungkinan bahwa dia akan memiliki reputasi seperti Deng Xiao Ping yang tercoreng akibat Tiananmen, tapi sukses dalam menjaga stabilitas negara dan kekuatan partai komunis China. Kalau dalam hari-hari mendatang terjadi kerusuhan, dia juga akan mendapatkan posisi yang lebih kuat untuk lebih mengeluarkan peraturan 'draconian' untuk menjaga kestabilan bangsa dan negara. Lagipula, dia akan bisa lebih mudah mengelakkan diri dari tuduhan bahwa militer penyebab kerusuhan. Instead dia akan mendapat reputasi sebagai penyetabil keadaan
Sementara itu di pihak lain juga, Prez Habibie mendapat keuntungan besar dari peristiwa ini, yakni dia mendapat legitimasi sebagai presiden dan juga mukanya tidak tercoreng sekotor ex-pres Suharto akibat peristiwa Mei. Selain itu juga, keputusan-keputusan SI yang walau kita tidak setuju, tapi tetap bergulir dan memberi sedikit credibility buat pemerintahan dia. Apalagi dengan berangkatnya dia ke Malaysia untuk sidang APEC, otomatis memberi dia pengakuan de jure dari masyarakat internasional bahwa dia memang presiden Indonesia yang memiliki kredibilitas.
Siapakah yang kalah dari kerusuhan ini? Saya rasa adalah kaum oposisi seperti Amien Rais. Sama sekali tak ada niat saya menjelek-jelekkan nama dia, tapi kita lihat bahwa kurangnya peran dari dia memanfaatkan momentum dalam SI kemarin cukup membingungkan. Ini juga berlaku untuk pemimpin-pemimpin oposisi lain yang terlambat mengecam terbunuhnya mahasiswa dan hasil SI MPR. Tapi kelompok yang merupakan the biggest loser adalah perusuh seperti kaum SWA-whatever... yang seperti orang kebanyakan minum viagra dan bawa-bawa bambu runcing 'untuk mengamankan sidang.' Ini juga berlaku untuk kaum perusuh, perampok, dsb yang berusaha menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Kita lihat usaha dari militer, mahasiswa, marinir, dan juga warga-warga teladan Indonesia sangat membatasi gerak mereka.
Tapi walaupun militer mendapat angin akibat ini, apakah angin reformasi yang dihembuskan mahasiswa berarti kurang berarti? Tidak. Reformasi perlu dan wajib terus berjalan di Indonesia karena sudah terlalu mahal harganya, dibeli oleh darah mahasiswa yang jatuh minggu lalu dan memang karena sistem Indonesia SUDAH HARUS DIREFORMASI.
Masih terlalu pagi untuk menyatakan siapa yang menang dan kalah. Lagipula semua pihak adalah pemenang kalau Indonesia tidak terjebak kembali dalam kasus Mei dan angin reformasi masih terus berhembus. Namun, tak boleh lupa bahwa kita masih ada ditengah badai, dan saya harap badai bisa berlalu dengan cepat dan tak terulang kembali kerusuhan-kerusuhan seperti menjelang jatuhnya ex-Prez Suharto. Saya mengharapkan bahwa suara mahasiswa untuk reformasi akan didengar. Tapi apapun hasilnya dari badai politik ini, saya berdoa bahwa itu hanya mewakili kepentingan seluruh warga negara Indonesia yang sejati.
Yohanes Sulaiman
No comments:
Post a Comment