Announcement

Let me know if you are linking this blog to your page and I will put a link to yours.

Saturday, July 23, 2011

Analisa: Apakah Krisis Ekonomi Asia sudah selesai?

Tulisan yang dibuat tahun 1999. Setengah benar setengah salah. Benar karena mengerti alur logika ekonomi dan prediksinya pun bisa dipertanggung jawabkan, tapi salah karena kurangnya data dan data yang kurang bagus menyebabkan prediksi pun salah.

YS
.
-----

Date: Thu, 08 Jul 1999 10:54:42 -0700
Subject: Analisa: Apakah Krisis Ekonomi Asia sudah selesai?

Analisa dalam memperingati ulang tahun kedua jatuhnya nilai Thai Baht tanggal 2 Juli 1997.

--------
Tanggal 2 Juli lalu kita memperingati ulang tahun kedua dari jatuhnya nilai Thai Baht yang dianggap awal dari Asian Financial Crisis. Satu ulang tahun yang mungkin hanya sedikit yang masih ingat menilai ekonomi yang sudah ke arah perbaikan ini.

Francis Fukuyama, yang menulis 'The End of History,' pada masa-masa kritis dalam 'Asian Financial Crisis' menyatakan bahwa krisis ini hanyalah sebuah 'hiccup' dalam sejarah. Ini disebabkan oleh situasi dunia yang sudah lebih terbuka dimana free market sudah berkembang meliputi seluruh dunia dan akhirnya krisis ini hanya akan berlalu dan ekonomi akan kembali 'booming.' Waktu itu pada saat saya membaca wawancara dengan dia, saya terus terang sangat skeptik dan menganggap dia terlalu optimis.

Sekarang kita melihat juga bahwa 'Bull Market' terus 'bullish' dan ekonomi Asia mulai membaik. Thailand sudah mendekati 'level'-nya sebelum krisis ini terjadi dan Korea Selatan sendiri sudah mendekati level semulanya. Di Philipina, Presiden Estrada optimis tentang masa depan ekonomi dan di Taiwan sibuk menghadapi demand untuk barang-barang elektronik untuk diexport ke Amerika. Jepang menyatakan bahwa mereka sudah mencapai titik terdalam dari resersi mereka dan ekonomi mereka mulai maju kembali. Singapore melakukan deregulasi besar-besaran kepada sistem perbankannya dan menyatakan goal mereka sebagai pusat financial di Asia. Nilai Rupiah sendiri sudah berangsur-angsur menguat dan BEJ naik sekitar 120% dalam 6 bulan terakhir. Suku bunga perbankan sudah turun dan reformasi politik sudah mulai. Semua bukti ini mendukung thesis bahwa Fukuyama ternyata benar dan the 'Global Contagion' sudah berakhir dengan baik.

Namun saya sendiri masih meragukan bahwa 'Asian Crisis'  dan 'Global Contagion' sudah berakhir. Walau kita memang sudah melewati masa-masa terburuk dari krisis ini, tapi saya rasa masih terlalu pagi untuk menyatakan bahwa krisis ini sudah selesai, terutama untuk Indonesia sendiri.

Ada banyak faktor domestik dan internasional yang menyebabkan krisis ini justru bisa muncul kembali dan berkembang lebih parah dari sebelumnya. Pertama-tama dari segi internasional, sudah hilangnya rasa optimis kaum investor kepada 'Asian Miracle.' Walau ini hanya bentuk psikologis, tapi seperti pepatah 'keledai tak mungkin jatuh ke lubang yang sama,' investor tak akan se-confident masa lalu dalam melakukan investasi. Pada masa 'Asian Miracle,' investor tak merasa terlalu kuatir dan yakin bahwa Asia memang terus berkembang, karena itu mereka juga tak menghiraukan tanda-tanda bahaya dari bidang politik dan ekonomi. Tapi 'the Crash' menghancurkan psikologis ini, dan kaum investor pasti akan langsung menarik kembali uang mereka begitu muncul tanda-tanda buruk seperti kondisi politik.

Permasalahan kedua dari segi internasional muncul dalam segi demand. Ketika 'Asia Miracle' terus berlangsung, demand kepada barang-barang terus tinggi. Kehancuran ekonomi setelah 'the Crash' menghilangkan banyak demand, sehingga sekarang di dunia demand tertinggi hanya ada di Amerika dan Eropa. Melemahnya demand dari 2 region tersebut akan mengganggu kembali usaha rekonstruksi Asia. Karena itu akhir dari krisis ini terus dipengaruhi oleh bagaimana situasi ekonomi di Amerika dan Eropa. Begitu terjadi slowdown di Amerika, Asia bisa kembali ke jaman resersi.

Permasalahan ketiga dari segi internasional adalah dari China  yang sangat unpredictable. Walau China sampai sekarang masih mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tapi dalam kenyataannya, mereka sudah mengalami 'slow down in demand' karena saingan dari negara-negara Asia lain yang baru recover dan memiliki nilai mata uang yang terdepresiasi dan menyebabkan harga barang mereka menjadi murah. Sedangkan China sampai sekarang berusaha untuk tidak mendevaluasi mata uang mereka.

Masalahnya, slow down dalam ekonomi China menyebabkan kenaikan angka pengangguran yang sekarang saja sudah mencapai 100 juta orang. Kenaikan lagi akan menyebabkan terjadi krisis politik di China, karena itu para pemimpin partai China akan terus berusaha meningkatkan angka pertumbuhan ekonomi mereka.

Namun dengan mata uang Yuan yang cukup kuat, sulit sekali mempertahankan pertumbuhan ekonomi mereka; karena itu ada kemungkinan China akan mendevaluasi mata uang mereka. Masalahnya, devaluasi China akan menyebabkan 'Chain Reaction' kepada negara-negara lain yang bisa menyebabkan negara-negara lain juga melakukan devaluasi. Di sini yang terjadi adalah Contagion II yang jauh lebih parah.

Permasalahan internasional ini jika digabungkan dengan permasalahan domestik akan menjadi cocktail yang parah karena permasalahan domestik ini sangat menentukan survival dari perekonomian Asia. Dari segi domestik, hampir semua negara-negara yang terkena krisis mengalami guncangan struktural. Kondisi politik sangat tidak stabil seperti di Russia dan Indonesia. (Saya akan lebih memfokuskan tulisan ini kepada Indonesia).

Walau Indonesia baru menghadapi pemilu yang cukup aman (dibuktikan dengan naiknya confidence kaum investor dan menyebabkan Rupiah menguat), tapi masalah SARA dan koalisi politik yang belum selesai menyebabkan kita tak bisa sangat optimis dalam melihat masa depan Indonesia. Ini ditambah lagi dengan posisi militer di Indonesia yang masih merupakan 'king maker.' Walau banyak yang menyatakan militer sudah habis, tapi jika kondisi politik di Indonesia tidak membaik, ada kemungkinan militer akan melakukan kudeta dan membentuk pemerintahan seperti di Turki.

Dari segi ekonomi, banyak negara Asia yang sudah kehabisan cadangan devisa yang bisa digunakan untuk mempertahankan nilai mata uang. IMF sendiri keadaannya kurang bagus dan sangat diragukan kalau IMF bisa 'bail out' negara-negara Asia jika terjadi contagion kedua dalam waktu dekat ini.

Reformasi perbankan di Indonesia juga masih belum seefektif yang diduga. Bank-bank di Indonesia walau sudah mulai pulih, namun kondisinya masih lemah. Ini juga disebabkan oleh hukum bisnis dan perbankan Indonesia yang belum efektif. Kondisi makro ekonomi ini jika diikuti kondisi mikro ekonomi seperti tingginya angka pengangguran (di Indonesia sekitar 30-50 juta orang) menyebabkan stabilitas politik dan ekonomi sangatlah rawan. Selain itu juga, walau confidence di Indonesia mulai menguat, tapi orang-orang masih menguatirkan jika terjadi kembali keributan seperti peristiwa Mei tahun lalu. Jika peristiwa Mei terjadi kembali, saya terus terang ragu kalau Indonesia masih bisa bertahan.

Dari enam masalah yang saya bahas diatas, terlihat bahwa walau  ekonomi Asia sudah mulai pulih di kertas, namun dalam kenyataannya kita masih dalam kondisi yang kurang bagus. Karena itu masih terlalu pagi untuk menyatakan bahwa krisis ekonomi Asia sudah selesai dan Indonesia akan pulih dengan cepat. Fukuyama mungkin benar bahwa krisis ekonomi ini hanyalah sebuah 'hiccup' dan saya ingin memiliki 'confidence' yang sama. Tapi hanya waktu yang bisa membuktikan apakah cegukan ini sudah selesai atau akankah terjadi 'hiccup' kedua.

YS

No comments:

Post a Comment