Announcement

Let me know if you are linking this blog to your page and I will put a link to yours.

Sunday, July 17, 2011

Mungkinkah kembali ke 5000 dalam waktu singkat?

Analisa tua ini ditulis pada saat perusahaan-perusahaan Indonesia masih terpukul oleh jatuhnya nilai tukar rupiah dari sekitar Rp. 2500,00 menjadi Rp. 16.000,00 sebelum akhirnya berkisar di sekitar Rp. 9.000,00. Menarik melihat betapa anak-anak muda begitu berani berspekulasi dengan data-data yang sebetulnya tidak akurat dan lengkap. Tapi yah waktu itu semuanya juga serba semangat 1945, ditengah gempita reformasi.

Kalau dipikir sekarang, mungkin memang hanya mimpi di siang hari bolong bahwa Rupiah bisa kembali ke Rp. 5.000,00 karena dampaknya yang begitu buruk kepada eksport Indonesia. Namun konteks waktu itu adalah kebanyakan hutang-hutang perusahaan-perusahaan Indonesia diambil sewaktu Rupiah berkisar Rp. 2.500,00 sehingga angka Rp. 10,000.00 sendiri sangat memberatkan. Baru kebelakang saya akhirnya sadar bahwa angka Rp. 10.000,00 ini sebetulnya cukup bagus karena Indonesia mampu mengkespor dengan murah dan membereskan masalah ekonomi, setelah masalah politik terselesaikan.

Tapi ya waktu itu kepikirnya Rp. 10,000 itu bikin biaya kuliah di AS mahal, hutang tinggi, dsb. Yah, anak-anak muda bau kencur semua. Hehehe.

Ada tiga hal yang membuat saya tersenyum: pertama adalah dari 1998 sampai sekarang, orang-orang pada terus meramalkan jatuhnya ekonomi AS, tapi ternyata baru kemarin 2008 jatuh karena masalah subprime mortgage dan sekarang bertambah parah "berkat" healthcare Obama yang membuat pelaku pasar ketakutan.

Hal kedua adalah perbankan Indonesia memang dari kemarin sampai sekarang, terus marut (Hallo, Century!) dan ketiga, pemahaman saya tentang ekonomi internasional sebetulnya sangat lemah, tapi mampu berkoar-koar. Nah itu baru lelucon.

YS
------


Thu, 8 Oct 1998 15:00:29 -0500 
Subject: Mungkinkah kembali ke 5000 dalam waktu singkat?
M. Irwan, tertarik saya untuk menanggapi artikel anda. Namun, kalau anda melihatnya dari kaca mata seorang ekonomis, saya berusaha melihatnya dari kacamata seorang politikus... ;-)

Tulisan ini dibagi atas 2 bagian, yang pertama adalah analisa dari saya sendiri mengenai apa yang terjadi sekarang, dan yang kedua merupakan balasan dari saya tentang tulisan anda yang sangat menarik itu.

Bagian I: Dibalik optimisme Rupiah
Akhir-akhir ini kita mengalami kejutan yang sangat menyenangkan, yakni menguatnya nilai tukar Rupiah, yang sekarang sudah menembus angka Rp. 9000,00 per Dollar. Hal ini sangat disyukuri mengingat kondisi ekonomi kita yang kurang bagus dan banyaknya perusahaan yang technically sudah bangkrut kalau kita hitung dollar masih diatas Rp. 10,000.00 Namun, dibalik semua ini, bahaya-bahaya masih mengancam, dan kita masih perlu berwaspada dan tidak terlalu cepat bersyukur.

Mengapa pemikiran saya begitu pesimis ditengah optimisme tentang rupiah sekarang ini? Tidak lain akibat masih lemahnya sektor perekonomian dan politik kita.  Melemahnya Dollar diakibatkan oleh beberapa faktor, dimana salah satunya adalah keberhasilan pemerintah Jepang dalam membujuk partai oposisi untuk melakukan reformasi (walau masih dalam skala terbatas) yang mengakibatkan kepercayaan kepada Yen relatif menguat. Hal ini juga diakibatkan kaum investor menjual stock mereka akibat menurunnya index Dow Jones dan menukarnya dengan mata uang lain yang dianggap sedang menguat atau memberikan interest rate yang lebih tinggi.

Mengapa dalam hal ini faktor-faktor eksternal itu bisa memperkuat nilai tukar Rupiah? Karena naiknya nilai eksport Indonesia ditambah lagi dengan memang nilai Rp. 10,000.00 itu memang jauh under value dari nilai rupiah yang sebenarnya. Selain itu juga, 'beresnya' Jepang  memberikan indikasi bahwa Jepang mungkin bisa lebih menyerap import dari Asia dan lebih membantu perkembangan ekonomi Asia dari jurang kehancuran yang sekarang

Faktor-faktor eksternal diatas memang sangat membantu pemulihan perekonomian kita. Namun, yang ditakutkan adalah apakah hal ini akan terus berlangsung. Banyak permasalahan di Indonesia yang masih perlu diselesaikan sebelum kita secara confident bisa menyatakan bahwa krisis sudah lewat dan Rupiah kembali menguat dan bahkan berlayar menembus angka Rp. 6000.00  (menurut rancangan CBS yang gagal). Beberapa masalah terbesar masih dalam sektor politik Indonesia. Walau kita sekarang bisa menyatakan bahwa Indonesia sekarang ini jauh lebih bebas daripada dalam era 'Orde Baru,' namun pertanyaannya adalah seberapa stabil kondisi politik Indonesia yang sekarang.

Sekarang saja kita memiliki 56 partai, yang dimana sebagian besar menganut asas radikalisme. Walau analis menyatakan bahwa jumlah 56 itu akan menurun, tapi untuk sementara kita melihat suatu ke-instabilitas politik yang bisa menandingi Russia di era setelah kehancuran Komunisme. Bedanya adalah support pemerintah Russia waktu itu relatif solid, sementara support kepada pemerintah kita yang sekarang lebih terpecah. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya kewibawaan pemerintah kita dan asumsi bahwa Presiden Habibie masih merupakan didikan dari pemerintahan yang lama. Hal domestik ini mengakibatkan rupiah akan dengan mudah kembali terpuruk kalau kita mengalami suatu kejadian yang tidak enak lagi seperti pada kasus Mei waktu lalu.

Hal domestik lain yang menguatirkan adalah di dunia usaha dan financial kita. Seperti yang kita ketahui, kita sebetulnya TERLALU BANYAK MEMILIKI BANK kalau kita mau perhitungkan dari seberapa besar ekonomi kita. Parahnya itu, sebagian besar bank kita memiliki asset yang goyah dan tak stabil (akibat bad loans). Ditambah lagi, sebagian besar sudah terlalu over-extended.

Satu permasalahan yang semakin mempersulit adalah kurangnya peraturan perbankan yang jelas, serta badan pengawasan bank yang benar-benar bersih dan independent. Walau langkah pemerintah Presiden Habibie adalah bagus, yakni memisahkan Bank Indonesia dari kabinet, tapi yang menjadi masalah adalah vested interests dari banyak golongan yang berkepentingan masih tetap kuat dalam dunia perbankan kita. Secara tak langsung, kita menjiplak sistem perbankan Jepang yang sekarang ini dalam masalah besar. Karena itu, perlu diakan massive overhaul dari sistem perbankan kita untuk membuat stabilitas di dunia financial kita.

Bahaya dari segi politik dan financial inilah yang menyebabkan saya relatif masih pesimis tentang perkembangan sekarang-sekarang ini. Walau Rupiah memang bisa lebih menguat lagi, namun sampai sejauh mana bisa dipertahankannya? Politik sangatlah mempengaruhi ekonomi. Jika pemerintah Presiden Habibie sekarang goyah dan ditambah lagi adanya kerusuhan dalam pemilu mendatang, maka saya tak heran kalau Rupiah bisa kembali lagi terpuruk.


Bagian II:
>Saat itu saya mengatakan kalau AS mau bertahan ekonominya,
>mereka harus segera "menjatuhkan" nilai tukar dolarnya terhadap
>mata uang internasional agar produksi mereka tetap menarik
>dan bisa bersaing di pasaran internasional.

Permasalahan terbesar adalah pemerintah US kalau melakukan politik itu, jmaka secara tak langsung mereka akan menembak kaki sendiri. Sekarang Asia hanya bisa mengandalkan ekspor untuk survive dari kemelut ini. Kondisi finansial dunia sudah dalam ruangan gawat darurat. Sekarang US menurunkan DOllar dengan sengaja? That's political suicide. Ekonomi dunia akan hancur dan kita kembali ke tahun 1930-an. Justru sebagian besar ekonomis sekarang menguatirkan hal tersebut, karena itu Presiden Clinton sampai menyatakan krisis ini adalah krisis terbesar sejak akhir Perang Dunia II.

Harga barang di US akan naik, social spending naik, dan daya beli masyarakat berkurang. Otomatis tingkat prosperity akan turun, dan Presiden Clinton akan kehilangan popularitas. Apalagi dengan skandal Lewinsky sekarang, pemerintah Clinton PERLU meningkatkan kepercayaan kepada US. Karena itu saya sangat ragu kalau melemahnya Dollar merupakan langkah politik.


>Selama ini AS menikmati kejayaan ekonominya di atas
>"penderitaan" ekonomi Asia. Mata uang mereka yg menguat
>terus telah membuat mereka menikmati barang2 Asia dengan
>harga murah. Tingkat inflasi pun dapat ditekan rendah walaupun
>tingkat pengangguran di AS mencapai tingkat terendahnya
>selamat 25 tahun terakhir. Tingkat upah minimum dinaikan beberapa
>kali tapi tetap saja permintaan terhadap tenaga kerja terus meningkat.

Secara tak langsung, ini justru bagus buat Asia, karena kita bisa 'export our economic problems to US.'


>Melihat kenyataan ini, pada beberapa kesempatan saya mengatakan
>bahwa kejatuhan ekonomi AS tinggal tunggu waktunya saja.

Kejatuhan ekonomi US memang sangat dikuatirkan, dan dalam political science sendiri hal ini menjadi perdebatan yang sengit. Namun jangan lupa, GDP US masih tinggi, bahkan tahun ini mereka sebetulnya sudah mencapai budget surplus. Memang kondisi ekonomi US sangat menguatirkan juga, apalagi dengan jatuhnya Dow, tapi hal ini juga diakibatkan faktor dari Jepang yang kelihatannya akhirnya bisa bertindak dan kecilnya penurunan tingkat suku bunga di US.

>Melihat kenyataan ini, ekspor AS ke Asia dirasakan melemah
>sementara impor dari Asia ke AS cenderung tinggi yg mengakibatkan
>defisit perdagangan, maka AS saat ini saya lihat melakukan
>crash program dengan menurunkan nilai mata uangnya untuk
>meningkatkan kembali purchasing power terhadap barang2
>produksinya.
>
Seperti yang sudah saya kemukakan di atas, ini politically impossible. Trade war di dalam kondisi seperti ini sama seperti mencabut infus dari pasien yang sudah kritis.

>Karenanya, jangan heran bila dalam waktu mendatang anda
>akan melihat YEN diseret kembali dibawah Y100/USD, bahkan
>ke level Y80/USD kalau dirasakan perlu oleh AS.
Selama krisis perbankan di Jepang belum selesai, ini agak sulit. Kepercayaan investor ke Jepang tak sekuat dulu, lagipula waktu Y80/USD itu akibat pemerintah US yang memang berstrategi itu TAPI DIDUKUNG OLEH LEMAHNYA EKONOMI US. Pemerintah Bill Clinton waktu itu dianggap kurang beres soal ekonomi dan tak berpengalaman seperti pemerintah Bush yang baru saja digantikan. Deficit masih tinggi belum lagi ekonomi US waktu itu masih dalam resersi. Karena itu tak heran angka itu bisa dicapai. Namun, sekarang ini ekonomi US dianggap yang relatif paling stabil dibandingkan ekonomi Jepang.

>Indonesia yg merupakan salah satu pasar AS yg tidak kecil
>juga akan dapat bagiannya. Karena itulah, saya memperkirakan
>rupiah akan diseret ke 5000 untuk mengembalikan purchasing
>power terhadap barang2 AS yg selama beberapa bulan terakhir
>ini melemah.
Indonesia kalau di lihat dari seluruh import Amerika merupakan bagian yang kecil. Justru import Indonesia lebih berpengaruh kepada Jepang, sehingga menguatnya Yen akan memberikan keuntungan untuk kita.

>
>AS juga melakukan hal yg sama terhadap mata uang
>negara2 Eropa sehingga kita lihat DM (German Mark) terus
>menguat beberapa minggu belakangan ini. Saya memperkirakan
>DM akan diseret dibawah 1.5000 per USD nya.

Mata uang Eropa mengalami kegoncangan akibat krisis di Russia yang diduga akan menyebar ke Eropa, ditambah lagi dengan skandal hedge fund yang baru lalu, dimana hedge fund itu berspekulasi dengan Deutche Mark dan Italian Lira. Ditambah Bank sentral Italia dan bank terbesar Switzerland memiliki stake dalam hedge fund tersebut. Bank Swiss sendiri menyatakan bahwa mereka harus me-write off sebagian profit mereka untuk menutup loses mereka dalam skandal itu. Karena itu tak heran mata uang Eropa mengalami penurunan drastis.


>Tentu saja jawabannya adalah TIDAK.....:)
>Rupiah memang sudah terlalu undervalue selama ini.
>Saya adalah termasuk salah satu orang yg menginginkan
>rupiah kembali ke 2500, karena itulah alamat imel saya
>buat menjadi "rupiah2500@aol.com"....:)
>Bahkan nomor plat mobil saya pun disini saya adalah
>"RP 2500"......:) Saya akan tetap konsisten menginginkan
>rupiah kembali ke 2500.
Sejujurnya, walaupun Rp. 2500,00 merupakan nilai yang kita idamkan, namun secara realistis, hal ini sangat tidak baik. Rupiah dalam skala Rp. 2500,00 sangat tak realistis (Henderson, Asian Falling, 1998) karena ini tak memperhitungkan nilai eksport Indonesia yang sudah kalah bersaing melawan China ditambah lagi dengan keadaaan struktur perbankan yang kacau balau. Dengan kembalinya Rupiah ke Rp. 2500,00 berarti Rupiah akan over-value dan dengan mudah menjadi mangsa spekulan lagi. Amat mahal untuk menjaga kestabilan angka rupiah di posisi tersebut.

>Karena itu, saat ini juga saya serukan ke BI untuk segera menurunkan
>suku bunga SBI nya dengan tingkat yg cukup banyak. Tingginya
>tingka suku bunga akan dimanfaatkan oleh para spekulan mencetak
>untung berlipat2 dari perbedaan suku bunga dengan dolar dan
>apresiasi rupiah. Semoga BI bisa segera menyadari hal ini.
>Selain itu, penurunan suku bunga SBI akan sangat membantu
>para eksportir dan pengusaha lainnya untuk memacu bisnisnya.
>
Jangan lupa: penurunan suku bunga di Indonesia akan mengakibatkan menurunnya saving masyarakat, karena mereka melihat Rupiah belum stabil dan mereka lebih terfokus pada Dollar. Mungkin saya terlalu menggeneralisasi, tapi ini merupakan dampak yang kurang enak juga. Selain itu, tak semua orang berjiwa patriot dan mengumpulkan kembali rupiah. Ada juga yang menimbun dollar begitu Dollar sudah kembali murah dan akhirnya menimbulkan krisis baru yang lebih parah. Berdasarkan krisis yang lama, kita justru harus belajar untuk mengadakan perombakan secara menyeluruh kepada sistem perekonomian kita yang ada agar pengalaman pahit ini tak terulang. Seperti kata Bung Karno: 'Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.'

>Sudah saatnya sekarang BI memfokuskan
>diri untuk menolong bisnis DN bisa bangkit kembali ketimbang
>memusingkan masalah inflasi karena masalah inflasi ini
>akan menurun dengan sendirinya seiring dengan menguatnya rupiah.
>Bulan Oktober-Desember saya perkirakan kita akan mengalami deflasi.
>Deflasi kali ini jangan diartikan buruk buat ekonomi karena deflasi kali
>ini merupakan penyesuaian dari kondisi hiper-inflasi selama ini.
Jangan lupa agar BI bisa lebih berperan serta, kali ini yakni benar-benar menutup bank-bank yang non-solvent, mengadakan perombakan besar di dunia usaha dan perbankan, serta bebas dari pengaruh politik, seperti yang sekarang terjadi. Indonesia akan terjerat kembali ke krisis kalau kita tak mengadakan perombakan total kepada sistem yang ada. Jangan lagi kita memakai mesin KKN.

>
>Ekonomi Asia sudah siap untuk booming kembali di tahun 2000.
<deleted>
>Ekonomi dunia akan masuk resesi singkat yg saya perkirakan
>akan pulih pada FALL 1999 (bulan September 1999). Titik baliknya
>ada di bulan Januari-Februari setelah German dan Perancis akhirnya
>bersedia menurunkan suku bunganya akibat kondisi ekonomi
>dunia yg semakin memburuk. Saat ini mereka berdua enggan
>menurunkan suku bunganya mengingat negara2 Eropa akan
>memulai ECU pada tanggal 1 Januari 1999.

Saya rasa hal ini terlalu optimis, mengingat bahwa krisis Asia bukan hanya krisis ekonomi, melainkan krisis politik. Selain itu juga, krisis sekarang yang ada adalah krisis confidence di dunia ekonomi serta instabilitas politik.

Kedua hal ini yang mempersulit usaha pemulihan.Saya harap tulisan saya bisa menjadi bahan masukan untuk anda. Saya minta maaf kalau ada yang tak berkenan dalam balasan saya ini.

Yohanes Sulaiman

1 comment:

  1. Sekarang rupiah down. Semoga rupiah tidak merosot lagi dipermainkan Dollar dan pemerintah bisa sigap mengantisipasinya agar terus menguat.

    ReplyDelete