Announcement

Let me know if you are linking this blog to your page and I will put a link to yours.

Wednesday, July 13, 2011

Krisis Identitas Indonesia

Pertama kali diterbitkan di milis Permias: 20 Feb 1999

Wow... Lompatan jauh sekali ke belakang sejarah. Mungkin masih ada artikel yang lebih tua lagi, tapi sementara ini belum ketemu. Menarik kalau membuka time capsule seperti ini, melihat bagaimana perubahan pola pikir, gaya,bahasa, dan juga perkembangan ide penulis.

Gaya tulisannya masih agak kacau secara tata bahasa. Ide cenderung masih mentah dan tak terasah dengan baik. Ya bagaimana, wong ini lulusan S1 lagi berkoar-koar, dan rasanya malah kok hebat, ini sama peserta lain yang sudah pada S2 dan S3 enggak pernah "dibantai." Padahal, sekarang saya bisa menghancurkan argumen ini dengan mudah sekali. Mungkin yang paling menyedihkan dari tulisan ini adalah tak adanya "so what?"

Anyhow, inilah salah satu arsip sejarah tulisan saya, dengan sedikit di-edit untuk memudahkan pembacaan. Isi sama sekali tak diganggu gugat, tapi yang diperbaiki adalah kesalahan tempat titik. Intinya, editing errors.

===========

Apakah problema Indonesia sekarang?

Sebagian orang menyatakan bahwa problem terbesar di bidang ekonomi terutama kalau kita lihat angka rupiah yang berkisar di Rp. 9000,00. Dari mana angka Rp. 9000,00 itu? Saya yakin angka Rp. 9000,00 itu datang dari 3 sumber, yakni faktor kepemimpinan 'chaos' yang mempengaruhi nilai rupiah, politik depresiasi nilai Rupiah untuk merangsang eksport dan mengurangi import, dan satu faktor tambahan yakni faktor 'China.'

Faktor 'China' ini bukan orang-orang keturunan China di Indonesia yang menguasai ekonomi, tapi lebih mengarah kepada kemungkinan dari Republik Rakyat China untuk devaluasi. Walau China sering menyatakan bahwa mereka tak akan devaluasi, tapi tetap investor panik. Saya yakin, begitu China devaluasi Rupiah akan terpuruk lebih jauh lagi dan juga negara-negara Asia lain. Karena efek yang mengerikan itu ditambah dengan struktur ekonominya yang berantakan, saya justru cenderung menyatakan bahwa China tak akan devaluasi sampai paling cepat akhir tahun ini. Kalau China devaluasi, bersiap-siaplah kita melihat kehancuran kapitalisme dunia. Kaum Marxist pasti bersorak....

Namun kita lebih perlu memfokuskan diri kepada Indonesia untuk sekarang. Sampai sekarang, masalah terbesar Indonesia adalah faktor 'chaos' di kepemimpinan Indonesia. Problem Indonesia lebih mengarah kepada krisis identitas.

Tahun 1999 merupakan tahun yang menarik untuk Indonesia arena kita sekarang akan menghadapi pemilu yang pertama setelah ejatuhan ex-President Suharto pada bulan Mei tahun lalu. alam pemilu ini kita akan melihat apakah Indonesia memang erapuh yang sering dibicarakan.... Masalahnya, pemilu yang erikut ini bukan hanya sekedar merupakan ujian penampilan dn keunggulan antar partai untuk meraih suara terbanyak. elainkan dalam pemilu berikut ini kita juga menguji seberapa uat persatuan Indonesia.

Selama ini, apa yang mempersatukan Indonesia? Hanya ada empat, yakni pemimpin yang kuat (Sukarno-Suharto), satu musuh untuk memfokuskan amarah rakyat (Belanda, Malaysia, disusul komunis), ekonomi yang bertumbuh, dan militer yang dominan terutama di masa orde baru. Dari empat unsur diatas, unsur yang kedua sudah lama 'lenyap' (Belanda dan Malaysia merupakan 'teman,' dan Komunis sudah lama tak relevan). Unsur yang keempat, yakni militer, sudah tak terlalu terfokus akibat perpecahan di militer pada awal 1990-an. Pada tahun 1997 yang kita lihat adalah kehancuran ekonomi. Yang menarik adalah kehancuran ekonomi itu justru dipercepat dengan berita bahwa ex-Presiden Suharto dalam keadaan sakit. Terkadang kalau saya membaca ulang berita-berita sejak jatuhnya Baht tanggal 2 Juli 1997, saya selalu terpikir bagaimana kalau tahun 1997 tak ada rumor bahwa ex-presiden Suharto sekarat....

Tampak dari pemaparan saya diatas bahwa faktor 'Suharto' lah yang mempersatukan Indonesia selama bertahun-tahun dan bahkan sejujurnya saya cenderung berkesimpulan bahwa kalau saja tak ada rumor bahwa ex-presiden Suharto sekarat pada akhir tahun 1997, tak akan ada krisis ekonomi raksasa di Indonesia. Fakta ini memang dengan mudah dibantah, tapi saya ragu kalau kita bisa menyepelekannya begitu saja. Kita lihat bahwa Indonesia memerlukan satu figur untuk mempersatukan seluruh wilayahnya. Fakta ini terus mengikuti kita sampai pemilu 4 bulan lagi. Dalam pemilu berikut, kita menghadapi puluhan partai, dari PDI, Golkan, PAN, sampai partai kambuhan seperti partai kaum artis, partai pelawak, dst.

Kembali ke nilai Rupiah yang Rp. 9,000,00; saya terkadang berpikir bahwa apakah kita memang perlu satu tokoh untuk mempersatukan Indonesia? Sampai sekarang, identitas Indonesia dipengaruhi oleh empat unsur yang sudah saya paparkan diatas. Keempat unsur tersebut sudah lenyap dan dengan orde Reformasi ini, diusahakan agar empat unsur itu diganti dengandemokrasi yang murni.  Tapi terus terang saya skeptik dengan hasil dari pemilu berikut. Sampai sekarang tak ada tokoh dominan yang benar-benar beres. Kebanyakan bahkan kaum-kaum oportunis yang berkoar-koar.

Mungkin hanya Megawati yang cukup bijak dengan cenderung diam, karena terkadang juga diam adalah emas dan lebih sedikit kemungkinan salah bicara.... Tapi sampai kita memiliki satu identitas yang jelas, rupiah tak akan bisa menguat, dan kalau menguat pun tak akan bertahan lama.... Ditambah dengan faktor 'China' yang terus membayangi, Indonesia tak akan bisa bangkit sampai kita memiliki identitas sendiri.

Dalam pemilu berikut ini, kita akan mempertaruhkan segalanya. Kita akan berusaha lagi membentuk identitas Indonesia yang baru, karena itu sangat penting pemilu ini berjalan lancar. Tapi sebetulnya lebih penting lagi adalah kewibawaan pemerintah yang akan terbentuk setelah pemilu nanti. Pemilu berikut ini juga memberi 'legitimasi' kepada pemerintah berikut. Karena itu pemerintah berikut juga perlu yang benar-benar beres karena kalau pemerintah tetap lemah seperti sekarang,berarti juga pemilu ini gagal untuk membentuk identitas baru, ini akan menjadi bukti bahwa Indonesia tak bisa lepas dari identitas lamanya; dan kita terpaksa memilih dari dua pilihan: demokrasi tapi tetap kacau atau kediktatoran tapi stabil. Buah simalakama....


Oakland,

Yohanes Sulaiman

No comments:

Post a Comment