Announcement

Let me know if you are linking this blog to your page and I will put a link to yours.

Sunday, July 31, 2011

Subject: Masih adakah harapan untuk Indonesia?

Sebetulnya ini bukan tulisan original, tapi isinya cukup menarik sebagai "think piece." Mungkin bisa saya kembangkan sewaktu-waktu untuk menjadi tulisan yang lebih bermutu.
YS


Date: Fri, 29 Jun 2001
Subject: Masih adakah harapan untuk Indonesia?
(A reply, original thread is missing)

Pertama-tama, kita sebetulnya perlu melihat birokrasi sendiri secara keseluruhan. Apakah guna birokrasi pemerintah kita? Jawaban 'normal'-nya adalah birokrasi digunakan untuk melayani rakyat. Namun, dibeberapa negara, birokrasi sebetulnya juga digunakan sebagai 'social security.' Fungsi 'social security' digunakan di banyak sekali begara berkembang seperti India, Mexico, dan Indonesia; di mana birokrasi digunakan untuk menyerap ekses dari tenaga kerja sehingga angka pengangguran berkurang. Caranya adalah dengan meningkatkan 'layer' birokrasi.

Mengingat fungsi birokrasi sebagai social security, otomatis pemerintah juga tak bisa memberikan banyak dana bagi semua birokrat. Karena pegawai negeri tak punya cukup dana, maka mereka mengambil 'jalan pintas,' atau dalam bahasa sehari-harinya adalah korupsi. Kenapa mereka mau mengambil pekerjaan dengan gaji kecil seperti ini? Karena tanpa ini, mereka memang tak punya pekerjaan. Kalau tak salah, dulu ada penelitian bahwa jika birokrasi India disempurnakan/diefisienkan sehingga tak ada korupsi, maka angka pengangguran akan naik lebih dari 15%. Bayangkan: 150 juta orang pengangguran? Belum lagi multiplier effect-nya....

Yang diatas adalah teori 'birokrasi' sebagai social security yang kelihatannya bisa menjelaskan korupsi di jajaran birokrasi bawah dan ketidak-effisien birokrasi negara secara keseluruhan. Bagaimana menjelaskan korupsi di tingkat atas? Walau penjelasan di atas bisa diterapkan dalam beberapa aspek, tapi penjelasan lebih lanjutnya harus lebih melihat proses cognitive. Korupsi birokrat kelas atas seperti menteri dan Presiden sebetulnya bisa diklasifikasikan.

Klasifikasi pertama adalah birokrat sebagai parasit. Di sini, pemerintah yang tanpa legitimasi atau mungkin hanya terpilih sekali dan tak bisa lagi, berlaku sebagai tikus di lumbung padi. Kamu tak punya kesempatan lagi untuk memperkaya diri kamu selain di periode itu dan kamu tak tertarik membentuk dinasti atau pemerintahan yang berjalan terus menerus.

Contohnya adalah Idi Amin, Papa 'Doc' Duvalier, Mobutu, dst. Begitu mereka naik tahta, langkah pertama yang dilakukan adalah mengeruk kekayaan negara untuk pribadi karena kamu tahu bahwa kamu tak akan di atas terus (karena tak stabil, bahaya, dsb) sehingga lebih baik mengeruk kekayaan dulu dan mengirimnya ke luar negeri sehingga begitu kamu jatuh, kamu bisa menghabiskan sisa hidup kamu berkelimpahan di pembuangan. Biasanya type ini di Afrika, Amerika Selatan dan beberapa negara Asia, dan terlihat dengan tak berkembangnya perekonomian negara dan rakyat yang tetap hidup di bawah garis kemiskinan tanpa perubahan nasib. Kalau saya tak salah ingat, 7 dari 8 daftar itu adalah type pertama ini. Indonesia yang sekarang kayaknya masuk type pertama ini juga.

Type kedua adalah birokrat 'sapi perah' atau 'cash cow.' Dalam type ini, pemerintah memperlakukan negara seperti sapi perahan, terus diurus, dipelihara, digemukkan, dan selama itu susunya tetap diambil sendiri. Jadi pemerintah korupsi, tapi korupsinya enggak keterlaluan, sehingga ekonomi tetap bertumbuh dan ada pemerataan kemakmuran.

Di sini, pemerintah yang berkuasa merasa bahwa masih ada kemungkinan untuk mereka (dan cukup besar, mungkin karena manipulasi voting) untuk terus berkuasa dan bahkan membentuk dinasti. Contohnya adalah Suharto sebelum anak-anaknya gila duit, Partai Komunis China, raja-raja Arab, dan banyak negara-negara Barat.

Bagaimana cara supaya pemerintah tak menjadi type pertama atau kedua yang diatas?
That's a "one million dollar question".... Tapi hypotesa saya adalah:
1. Perlu accountability yang cukup kuat. Misalnya Denmark, mereka accountabilitynya cukup bagus
sehingga korupsi bisa ditekan.
2. Pegawai negeri sendiri gajinya berkecukupan/negara makmur. A long term efforts.
3. Hukum yang kuat dan 'kejam.' Contoh: Singapore.
4. Pemegang kekuasaan memberikan contoh yang baik (guru kencing berdiri....)
Contoh: Singapore.

Jadi ini kembali ke masalah duluan ayam atau telur....
Jika korupsi semakin berkurang, maka negara semakin makmur.... tapi juga korupsi semakin berkurang jika negara semakin makmur.

Sementara ini negara Indonesia semakin kacau....

No comments:

Post a Comment