Date: Fri, 02 Jan 2004
Subject: Refleksi tahun baru tentang partai Kristen
Selamat tahun baru untuk semuanya.
Sekarang seluruh dunia sudah mengalami pergantian satu hari yang sebetulnya tak ada bedanya dengan hari-hari lain, tapi karena dianggap penting, maka menjadi penting, yakni tahun baru. Padahal, kalau kita pikirkan baik-baik, apa bedanya hari ini dengan misalnya, tanggal 30 Desember? Matahari tetap terbit dari timur dan tenggelam di barat, burung tetap berkicau, dsb. Tapi karena kita memang sudah terbiasa dengan sistem ini, maka kita merasakan bahwa ada sesuatu yang baru dan istimewa dan perlu dirayakan....
Berhubung kita menganggap hari ini istimewa dan beberapa hari sebelum dan sesudahnya perlu digunakan untuk berefleksi tentang tahun yang lewat dan tahun yang akan datang, maka saya ingin mempergunakan kesempatan ini untuk berefleksi tentang sebuah hal yang dianggap cukup penting terutama di kalangan kita, yakni tentang partai Kristen.
Ya, partai Kristen kembali menjadi sorotan, terutama setelah lolosnya Partai Damai Sejahtera (PDS) untuk ikut pemilu. Ditambah lagi sekarang dengan maraknya polling SMS di mana Ruyandi Hutasoit menjadi salah satu calon favorit sebagai presiden! Sampai seorang tokoh di milis tetangga menggeleng-geleng, berkata bahwa seumur-umur dia belum pernah dengar nama Ruyandi ini namun tiba-tiba saja nama ini bisa muncul entah dari negeri antah berantah yang mana.
Sebetulnya saya melihat fenomena Partai Damai Sejahtera ini sebagai sebuah fenomena yang cukup menggembirakan, Kegembiraan saya muncul dari fakta bahwa ternyata orang-orang Kristen sudah mulai berani berpolitik, berani keluar dari lubang dan kali ini berusaha untuk lebih aktif lagi. Tak seperti di era Suharto di mana kita selalu menganggap politik sebagai sesuatu yang tabu dan tak berani bergelut di panggung nasional, keberanian aktivis-aktivis muda seperti dari JALA dan Indonesian Youth Fellowship untuk mendirikan partai dan memasang Ruyandi Hutasoit merupakan sebuah terobosan yang layak diacungkan jempol.
Selain itu, saya gembira karena mulai terdengarnya nama PDS dan Ruyandi Hutasoit memberi sinyal kepada kelompok-kelompok agama lain yang cenderung tak menganggap orang-orang Kristen sebagai potensi politik yang perlu dirangkul, bahwa ternyata memang orang-orang Kristen bisa juga dimobilisasi dan bisa mempengaruhi perolehan suara dalam pemilu.
Namun dibalik kegembiraan itu, ada kekuatiran yang cukup mendalam, dan kekuatiran itu bukan disebabkan oleh "ilham" dari atas atau dari bawah, tapi dari pertimbangan-pertimbangan politis praktis dan juga melihat tentang kemungkinan bahwa banyak orang Kristen terlalu idealistis dalam menghadapi politik perpartaian, yang sering kali menyebabkan ketidakmampuan orang-orang Kristen menghadapi kemunduran dan kegagalan.
Pertama-tama, saya ingin membahas tentang pertimbangan politis praktis. Kembali, kita perlu ingat bahwa penduduk Kristen di Indonesia tak semuanya akan memilih PDS. Sebagian sudah memiliki "vested interest" dalam partai-partai yang sudah ada, seperti PDI-P, PAN, PKB, bahkan Golkar. Untuk mereka yang sudah menanamkan banyak waktu, modal, dan tenaga untuk partai-partai tersebut, PDS adalah sebuah perjudian yang belum tentu berhasil, dan sulit untuk diyakinkan untuk memilih PDS.
Sebagian lain tak merasa sepaham dengan para pembentuk PDS dan juga Ruyandi Hutasoit. Konsep transformasi George Otis yang dianut Ruyandi Hutasoit bukanlah konsep yang diterima semua aliran keKristenan di Indonesia. Mungkin hal ini sepele, namun akan sangat berarti dalam membuat seseorang memilih PDS atau partai lain. (Catatan: saya sendiri kurang mengikuti konsep-konsep seperti ini dalam keKristenan, karena itu input tentang konsep ini akan diterima dengan senang hati).
Lebih penting lagi adalah jumlah populasi Kristen yang paling banyak berkisar antara 10-15%, dan tak akan bisa membentuk sebuah partai yang besar. Kembali ke tema yang sudah sering saya tekankan di tulisan-tulisan saya yang lain, yang terpenting adalah usaha untuk membentuk koalisi antara organisasi Kristen dengan organisasi-organisasi lain, terutama yang sepaham seperti kaum Islam pluralistis seperti NU dan Muhammadiyah dan bersama-sama membuat agenda yang bisa diterima semua pihak. Ingat, dr. Leimena yang sering diungkit-ungkit oleh para pendukung partai Kristen bisa berdampak dalam politik Indonesia karena ia adalah seorang berintegritas dan mau bekerjasama dengan kelompok-kelompok lain, sehingga ia bisa "menyombongkan diri" (dalam arti positif) sebagai satu-satunya menteri yang selalu dimasukkan dalam hampir semua kabinet di tahun 1950-1965!
Saya kuatir partai Kristen ini menyebabkan orang-orang Kristen terperangkap dalam tempurung, di mana kita tak bisa melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa lebih menguntungkan posisi orang-orang Kristen. Begitu kita sudah "berpartai," maka kita tak lagi memikirkan kemungkinan untuk bergabung, namun fokus kita hanyalah untuk mengkonsolidasi seluruh suara Kristen ke partai ini, dan yang terjadi adalah pengelompokan, membuat kita lebih terpisah lagi dari kelompok-kelompok lain di masyarakat. Sedangkan, yang terpenting adalah membentuk organisasi Kristen yang berakar di dalam orang Kristen sendiri dan di masyarakat, berakar di masyarakat berarti turut memperjuangkan nilai-nilai positif bersama-sama dengan organisasi-organisasi lain yang sepaham dan memiliki beban yang sama.
Masalah berikutnya adalah idealisme para pendukung partai ini sendiri, dan ini lebih berbahaya daripada pertimbangan politik praktis yang saya diskusikan di atas. Idealisme itu bukan sesuatu yang buruk, namun seperti halnya bumbu masakan, kebanyakan bumbu akan merusak rasa dan membuat masakan yang sebetulnya enak menjadi tak bisa dinikmati. Kebanyakan idealisme akan membuat seseorang tak bisa melihat realitas di lapangan yang sebetulnya sangat bertentangan dengan idealismenya dan akan menyebabkan orang tersebut terjerumus.
Sekarang ini saya melihat idealisme orang-orang Kristen dalam mendukung partai Kristen cenderung berlebihan. Di banyak diskusi yang saya perhatikan, hampir semuanya berpedoman satu, yakni: "ya, percayalah, Tuhan yang menolong, dan yang penting kita beriman." Idealisme seperti ini memang penting, tapi pertanyaannya adalah: ok sekarang saya beriman, nah, bagaimana aplikasinya? Apakah kalau saya beriman maka partai Kristen akan langsung menang pemilu? Banyak sekali variabel yang tak terbahas dalam pemikiran idealistis seperti ini.
Jikalau partai Kristen ini gagal, tentunya akan menjadi pertanyaan bahwa apakah berarti yang mendoakan partai Kristen kurang beriman atau kurang gigih berdoa? Sebagian akan berpandangan demikian, namun yang lain akan menjadi patah arang, putus asa melihat idealisme yang menggebu-gebu tak memberikan hasil, dan yang terjadi adalah kekecewaan dan kemuakan. Itu efek berbahaya dari idealisme yang berlebihan. Lebih parah lagi adalah perpecahan: akan terjadi saling menunding, kecurigaan bahwa ada oknum sesama Kristen yang menjadi penghianat, kecurigaan bahwa imannya kurang kuat, dan lebih parah lagi: Kristennya hanya KTP, dan akhirnya justru akan semakin memecah orang-orang Kristen.
Masalah terakhir yang saya bahas di sini sudah sering sekali saya sebutkan di tulisan-tulisan saya yang lain, yakni tentang seberapa berakarnya partai Kristen kepada umat Kristen sendiri dan kepada masyarakat umum. Kalau saya melihat partai Kristen sekarang ini, saya meramalkan kemungkinan partai Kristen berhasil sangatlah kecil. Seperti yang saya tuliskan di analisa saya tentang partai-partai Kristen di Eropa, salah satu masalah partai Kristen di Indonesia adalah kurangnya jaringan sosial yang kuat. Tak ada yang merasa membutuhkan partai Kristen dan tak ada yang tahu apa yang telah dikerjakan partai Kristen untuk masyarakat. Karena itulah, sangat besar sebetulnya beban yang dipikul partai Kristen, atau dalam kasus kita adalah Partai Damai Sejahtera, dan saya baru saja menjabarkan sedikit sekali dari bebannya dan ini baru internal!
Beberapa pembaca yang sudah lama mengikuti tulisan-tulisan saya akan menghela nafas dan berpikir bahwa ini adalah gerutuan dari seseorang yang memang sudah sejak dulu menentang berdirinya partai Kristen! Namun sebelum anda menekan tombol del yang akan membuang tulisan ini ke trash can, mari kita pikirkan beberapa fakta bersama-sama.
Kesuksesan partai-partai Kristen di Eropa terutama di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 adalah karena berhasilnya partai-partai Kristen untuk membuat masyarakat merasa membutuhkan mereka: seperti dukungan partai-partai Kristen terhadap isu-isu yang dianggap penting oleh massa.
Organisasi-organisasi Kristen berjuang membela hak-hak rakyat kecil melawan penindasan. Di Amerika Selatan, gereja Katolik sangat dihormati karena gereja membela rakyat menghadapi penindasan pemerintahan-pemerintahan otoriter, karena itu mereka akan memilih partai-partai yang didukung gereja Katolik. Begitu pula di Afrika, bahkan di Timor Timur. Semua organisasi Kristen dan partai Kristen tersebut memiliki sejarah pergulatan politik yang sangat panjang.
Di Indonesia, partai Kristen datang seperti pencuri. Bagaimana hasilnya? Mari kita tunggu tanggal mainnya.
YS
No comments:
Post a Comment