Announcement

Let me know if you are linking this blog to your page and I will put a link to yours.

Sunday, September 18, 2011

Sungai, Bendungan, Jembatan, Machiavelli, dan Partai Kristen

Tulisan terakhir tentang Partai Kristen.

-------------

Date: Fri, 13 Feb 2004
Subject: Sungai, Bendungan, Jembatan, Machiavelli, dan Partai Kristen

Beberapa waktu lalu seorang rekan bertanya kepada saya, bahwa kalau saya disarankan memberi buku untuk Pak Ruyandi Hurasoit, buku apa yang akan saya sarankan. Jawaban saya adalah "the Prince" karangan Machiavelli (di Indonesia sudah diterjemahkan dengan judul "Sang Pangeran.") Mengapa demikian? Sebelum saya teruskan, saya berikan sebuah cerita pendek:
Setiap hari dalam perjalanan saya ke kantor, saya selalu menyeberangi sebuah sungai di Columbus yang bernama Sungai Olentangy. Saat ini, jembatan yang menyebrangi sungai ini sedang diganti, dan walau jembatannya sendiri sudah selesai,  namun ada beberapa pekerjaan kosmetik yang masih terus dilakukan, seperti membuat semacam dermaga di bawah kedua ujung jembatan itu.
Karena saya selalu berjalan kaki untuk ke kantor, maka saya selalu bisa melihat bagaimana pembangunan jembatan itu dilakukan. Pertama-tama, mereka membuat semacam bendungan dari tanah dan beberapa gorong-gorong untuk mengalirkan air sungai itu. Ujung gorong-gorong tersebut terletak beberapa meter sesudah jembatan tersebut. Karena ada bendungan tersebut, aliran sungai mengecil, dan menjadi surut. Setelah mulai surut, baru mereka meletakkan fondasi.

Karena jembatan tersebut dibangun selama setahun, sering sekali terjadi kondisi di mana hujan turun cukup deras, dan di saat itu biasanya sungai itu meluap dan bendungan sementara itu tak sanggup menahannya. Tapi karena ada bendungan tersebut, air yang mengalir tak terlalu dashyat sehingga bisa ditahan oleh jembatan yang setengah jadi (walau sekarang sudah jadi). Dalam kondisi itu biasanya pekerjaan dihentikan. Namun setelah beberapa waktu, air menyusut, dan pembangunan kembali dilakukan.

(Karena saya bukan ahli teknik bangunan, saya tak bisa menjelaskan lebih dalam lagi soal bagaimana membangun jembatan. Kalau anda tertarik lebih dalam soal membangun jembatan, silahkan hubungi rekan saya yang sangat ahli atas hal-hal seperti ini yakni Wilfung Martono di martono@cae.wisc.edu)
Apa hubungannya cerita membangun jembatan di atas dengan "the Prince?" Tidak lain karena itulah inti dari "the Prince." "The Prince" dikenal banyak orang sebagai buku panduan bagi seorang diktator, namun sebetulnya, inti dari buku tersebut adalah bagaimana seorang penguasa atau untuk jaman ini, politikus, perlu memperhatikan struktur (fortuna) dan berusaha untuk mengubah struktur tersebut (agen/virtu).

Sebelum kita melangkah lebih jauh lagi, mari kita memberikan beberapa definisi lebih mendalam. Struktur adalah kerangka, pembatas dari apa yang kita bisa lakukan. Beberapa contoh dari struktur adalah norma atau adat. Dalam kehidupan politik, kondisi masyarakat juga bisa menjadi struktur. Masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut Islam adalah struktur. Machiavelli mengistilahkan struktur sebagai "fortuna (nasib)" karena nasib adalah sesuatu yang memberikan batasan. Ia juga menilustrasikan struktur sebagai sebuah sungai yang deras, bergolak, membanjiri tanah sekitarnya, dan menghancurkan kota.

Di sisi lain, Machiavelli menekankan "virtu" (agency). "Virtu" di konsep ini bukan "perbuatan baik," namun "virtu" adalah tindakan yang bisa kita lakukan. Dalam konteks struktur, Machiavelli menyatakan bahwa seorang pangeran atau politisi masih memiliki kebebasan untuk bertindak.

Pertanyaannya adalah bisakah tindakan tersebut mengubah struktur? Machiavelli menjawab ya. Sungai yang deras di musim hujan itu surut di musim panas, dan di musim panas tersebutlah kita bisa membentuk dam, aliran baru, tanggul, dsb., untuk mengontrol sungai tersebut. Intinya, segala sesuatu ada saatnya dan ada saatnya juga untuk sangat terikat, terbatasi oleh struktur, namun ada juga waktu untuk mencoba mengubah struktur tersebut agar sesuai dengan keinginan kita, walau perlahan-lahan. Seperti di ilustrasi saya di atas, kalau para pekerja pembangun jembatan tersebut terus mencoba membangun jembatan di saat sungai meluap, maka jembatan tersebut tak akan pernah jadi, bahkan bisa juga memakan korban.
+++++
Dua tahun lalu saya pernah membuat satu seri "think piece" yang menekankan perlunya usaha memperkuat persatuan di kalangan Kristen sendiri melalui organisasi politik non-partai, pendidikan yang lebih liberal dan maju kepada generasi muda, dan terakhir usaha untuk mendorong para intelektual Kristen untuk mengambil pendidikan lebih tinggi di universitas-universitas luar negeri - dan tak hanya mempelajari theologia, komputer, bisnis, atau teknik belaka, melainkan juga ilmu-ilmu ladang kering seperti sosiologi, antropologi, politik, public policy, hukum, dsb.

Selain itu juga diperlukan negosiasi, pembentukan konsep kerja sama dengan kelompok-kelompok lain di Indonesia yang moderat dan pluralistis. Hal-hal seperti ini akan memakan waktu bertahun-tahun, bahkan berdekade-dekade. Intinya, tak ada jalan "karbitan" menuju ke Istana Merdeka. Perlu usaha yang luar biasa dari kalangan kita.
Satu tahun sesudahnya, kita mendengar bahwa Pak Ruyandi Hutasoit mencalonkan dirinya sebagai presiden dari Partai Damai Sejahtera. Sekarang saya langsung saja katakan, bahwa saya yakin dia tak akan bisa terpilih sebagai presiden, karena yang ia lakukan sekarang adalah mencoba membuat jembatan di tengah sungai yang sedang meluap. Seperti sudah anda lihat semua, orang-orang Kristen sendiri tak bersatu. Dukungan kepada Pak Ruyandi selain dari kalangan sendiri cukup minim, sementara dukungan dari kalangan luar (seperti golongan agama (Islam, Hindu, atau Budha) atau kelompok etnis (Tionghoa, Batak, dsb.) pun tak terlihat. Dengan posisi seperti ini, kans ia untuk menjadi presiden sama besarnya seperti kans bola salju bisa selamat di neraka.
Walaupun begitu, yang perlu dikagumi adalah ketekunan dari para pendukungnya. Selama satu bulan terakhir ini saya mengikuti milis Partai Damai Sejahtera (setelah diundang masuk oleh salah satu rekan di PDS untuk lebih mengenal partai ini dan siapa tahu pandangan saya bisa berubah karenanya - dan saya akui saya cukup tergugah, tapi baru tergugah saja). Satu hal yang sangat saya puji adalah dedikasi orang-orang Kristen mendukung PDS sangatlah tinggi. Sayangnya, dedikasi ini hanya berdasarkan idealisme yang tinggi saja: intinya, mereka percaya PDS pasti didukung semua orang Kristen, agama lain juga tertarik dengan PDS, dan mereka pasti menang - dengan kata lain, pandangan fanatis bahwa Tuhan pasti beserta mereka.
Tak ada hukum yang melarang orang-orang untuk menjadi idealis dan fanatis. Namun yang saya sayangkan adalah jumlah tenaga, waktu, dan uang yang akan terbuang karena hal ini, padahal tenaga, waktu, dan uang tersebut sebetulnya bisa dan seharusnya digunakan justru untuk hal-hal lain yang bisa membantu kita di masa mendatang. Sangatlah naif untuk sekarang memaksakan diri untuk memiliki presiden beragama Kristen di tahun 2004. Kalau dengan ilustrasi saya di atas, pekerjaan ini sama dengan membangun jembatan di saat sungai meluap tanpa mempersiapkan bendungan sederhana untuk mengurangi laju air.
Satu kelompok yang saya kagumi walaupun dengan hati-hati adalah Partai Keadilan Sejahtera. Tahun lalu ada seorang aktivis PKS datang di Ohio, dan waktu itu kita tanya apa target PKS di pemilu 2004. Jawabannya satu: mendapatkan suara melebihi PBB (Partai Bulan Bintang). Target yang rendah, namun realistis melihat perolehan suara di pemilu lalu. Tapi terlihat tujuan mereka adalah perlahan-lahan memperbanyak suara dan akhirnya ke istana merdeka.

Melihat dedikasi mereka, saya cukup yakin bahwa target itu pasti tercapai. Apalagi kita juga melihat berapa dekade PKS bekerja dan membangun jaringan mereka di kampus-kampus. Banyak tokoh-tokoh PKS memiliki gelar Master atau Doktor, dan dua-duanya itu bukan gelar aspal. Yang datang di Columbus itu misalnya adalah lulusan dari London School of Economy. Intinya, orang-orang PKS selama berdekade-dekade dibawah Orde Baru sudah berusaha membuat tanggul, mempersiapkan tokoh-tokoh yang mampu, terdidik, dan berintegritas cukup tinggi, sehingga mereka mulai mampu mengubah struktur. Saya tak heran kalau di pemilu berikut, "jembatan" mereka akan mulai jadi.

Potensi seperti itu dan juga pandangan realistis seperti itulah yang sangat langka di kalangan Kristen. Walaupun kita sudah cukup lama diserang, namun sampai sekarang sedikit sekali usaha kita untuk memperbaiki nasib dengan membentuk kader-kader yang berdedikasi tinggi. Kebanyakan modal kita digunakan kalau tidak untuk membangun gedung dan membeli tanah, digunakan untuk mempersiapkan ahli theologi.

Selain itu juga, sedikit sekali "empowerment" untuk kalangan jemaat. Tak heran setiap kali "sungai meluap," kita selalu menjadi korban, karena kita memang hampir tak pernah mempersiapkan tanggul. "Perjuangan" Pak Ruyandi Hutasoit memang perlu dikagumi, sayangnya membangun jembatan di saat sungai meluap itu adalah pekerjaan yang sia-sia, apalagi selama kita belum membuat tanggul-tanggul kokoh yang diperlukan untuk membantu agar jembatan tersebut tak roboh selama belum jadi.

Untuk itu, kembali saya serukan agar umat Kristen mau mengambil satu langkah mundur dan berefleksi. Kalau kita memang mau memiliki presiden Kristen, maka yang pertama perlu kita lakukan adalah membuat bendungan kecil tersebut, yakni memperkuat mutu jemaat baik rohaniah maupun secara intelektual. Gereja perlu lebih memikirkan hal-hal duniawi juga, realitas apa yang terjadi di masyarakat, dan berusaha menjangkau semua orang baik agama apapun juga. Kalau bendungan kita sudah jadi, barulah kita berpikir untuk membuat "jembatan."

Karena itulah maka saya menyarankan buku Machiavelli untuk Pak Ruyandi, agar kita bisa merefleksikan soal "fortuna" dan "virtu" bersama-sama. Ya "fortuna" adalah sungai deras yang menghanyutkan segalanya dan hanya orang nekad yang tak takut tenggelam yang berani menantang sungai itu - dan jarang sekali yang bisa selamat. Namun "virtu" bisa mengubah "fortuna," dan itu hanya bisa dilakukan perlahan-lahan dalam jangka panjang.

YS

No comments:

Post a Comment